3 Mei 2009

Bidadari Di bukit panderman

Panderman (2000 mdpl) diserbu para bidadari, begitu kira-kira bahasanya. Terinspirasi karena dalam pendakian terdahulu sering menjadi bidadari disarang penyamun (tp penyamun baik hati yang mau direpotin ma qt2 hehe...). Siapa tahu ada teman2 cewek yang juga suka naek gunung.

Saya dan isna mencoba mengajak teman-teman cewek yang semuanya belum pernah daki, sekalian mengobati kerinduan akan alam terbuka .

Perjalanan ini berawal tanggal 8-9 Maret. Beranggotakan 10 bidadari dan 4 penyamun disarang bidadari. Club cewek aq, isna (ni leader qt, saudariku seperjuangan nan smangadh slalu. Tep kompak ya ukhty....:)), linda, Lis , Ulfa, Yani, Titik, Ulif, Icha, dan Ana. Dari klub cowok mirza, mukmin, iqbal, dan ari. Ada 2 kubu yang janjian ketemu di terminal Landungsari. Kubu pertama dari Isna 10 orang (anak2 UB), sedangkan dari UIN ada 4 orang termasuk saya.

Jam 10.05 berangkat dari “Hirzia Apartemen” naik angkot GML, nyampe landungsari jam 10.30. Ternyata kedatangan kita bersamaan dengan teman2 dari Brawijaya. Dari Landungsari ke Seruk kita nyarter angkot. Jam 11.15 nyampe seruk, karena waktunya mepet zuhur waktu yang ada digunakan untuk siap-siap sholat di musholla Sunan Drajat.

Pos pendakian merupakan start kita dalam pendakian yang sebenarnya karena sebelumnya kita nyarter angkot. Perjalanan yang diawali dua orang ikhwan sebagai penunjuk jalan dan dua orang lainnya menjaga shaf belakang (sapa tawu ada yang ilang haha berabe). Menuju puncak satu teman-teman terlihat mulai kelelahan, sampai ada yang terucap kalau itu pendakian pertama dan mungkin terakhir kalinya, yang pasti sudah ada yang tukeran ransel. Padahal pada awalnya saya kaget dengan speed-nya teman2, dengan keriel berisi 2 tenda (dome 2 orang & tenda pramuka isi 6 orang) ditambah matras, sleeping bag, kompor, 2 tabung gas, dll membuat saya harus tertinggal dari rombongan. Namun alhamdulillah ketika sampai puncak satu, teman-teman terlihat segar lagi, sudah bisa tersenyum kebali (senangnya...^_^).

Istirahat sambil menikmati indahnya berada di ketinggian, sungguh menyenangkan, setelah bernarsis ria (layaknya ibu-ibu arisan) kita lanjutkan perjalanan. O ya di puncak satu ini kita bertemu dengan adek remaja pendaki solo, wuih berani banget dia. Nge-camp sendiri dipuncak 1 (saya mah gak mau!).

Perjalanan dilanjutkan, kali ini dengan semangat baru (yeah ternyata berhenti sejenak itu perlu banget untuk me-refresh kembali diri kita, sejenak saja...). Kondisi sudah kembali fit, pendakian semakin seru dengan tanjakan yang semakin menjadi! (smangadhhhh!!!!) sampai akhirnya jam 16.38 WIB kita sampai dipuncak! Sungguh, sebuah kepuasan tersendiri menyaksikan wajah-wajah cerah setelah perjuangan yang melelahkan, menguras energi dan emosi. Subhanallah, segera kucari tempat untuk sejenak merapatkan kepala ini ke tanah-Nya, mensyukuri setiap nikmat yang di berikan-Nya. Rabbi, hamba kembali lagi kesini dengan izin-Mu.

Aktifitas terus berlanjut dengan pemasangan tenda dan masak-masak buat menunaikan hak perut, menu andalan adalah mie instant dan mecoba masak nasi. Kali ini kita perlu berterima kasih dengan teman-teman cowok yang memasakkan buat kita (maklum mbak-mbak sibuk dirikan tenda hehe...), lucu juga ketika kita keluarkan sayur “wah baru kali ini, bisa bikin pangsit dipuncak panderman!!”. Begitulah kalau ibu-ibu yang naek gunung.

Malam tiba, sholat menjadi agenda berharga, sangat berharga. Subhanallah, pernah merasa sholat di alam terbuka? Diketinggian pula, ketika raga ini kembali pada alam menyuarakan keagungan Ilahi, entahlah sesuatu yang tak dapat di ungkapkan kurasa. Allahu Akbar!

Selesai sholat kita coba ramah tamah, cerita-cerita, mengakrabkan diri. Menikmati lampu-lampu kota. Ah indahnya kebersamaan indahnya ukhuwah. Malam semakin larut, raga pun mulai meminta haknya, istirahat sejenak. Dengan pemabagian 3 orang tidur di dome, dan 7 orang tidur di tenda pramuka. Angin sangat kencang malam itu, dinginpun tak segan menyapa. Semua lelap dalam mimpi masing-masing...

************

03.00

Gelap, dalam dekapan dingin.

Seorang hamba mencoba bangun ditengah keterbatasan

Merasakan syahdunya munajat

Begitu dekat

Selaksa damai yang tak mampu terucap

Gemetar, terisak!!!

Ada vibrasi yang tak mampu terbendung


Masa itu,

Simpuh masih satu

Lirih terlantun mesra surat-surat cinta-Nya

Jiwa-pun kembali terisak,

Kita sangat kecil kawan!

Lantas apa yang akan di sombongkan???


Dan semesta-pun terus berdzikir


************

Menjelang subuh,

Menikmati hamparan langit penuh bintang, banyak yang melihat bintang jatuh lho ^_^ (pada keluar tenda ceritanya) saya pun larut dengan keindahan itu, hmm...dingin bangett! Akhirnya saya ama titik merebus air buat minuman hangat, sebagian ada yang bikin pop mie. Asyik banget dah! Eh ternyata kita sayup-sayup dengar adzan lho...kegiatan pun berlanjut dengan sholat subuh berjama’ah, kali ini ulif yang jadi imam.

Selesai sholat masing-masing ambil posisi menanti mentari “sunrise” wuihhhh, subhanallah....!!! mentaripun tersenyum dengan hangatnya. Narsis-pun kembali mencuat kepermukaan ^_^ photo-photo. Mungkin karena keseringan photo, kita sampai capek kehabisan gaya hehe, acara dilanjutkan dengan sarapan seadanya (ada banyak kok).

Senin, 10 Maret

08.10 WIB

Bersiap turun kembali ke peradaban masing-masing, cerah banget hari itu secerah wajah teman-teman. Sambil berdendang kita turun setapak demi setapak, diperjalanan bernostalgia pada tempat pertama ndaki dulu, di tempat itu saya, isna, dan hanim berphoto bertiga menghadap Arjuno-welirang. Istirahat sebentar. Setelah teman-teman kumpul perjalanan pun dilanjutkan. Jam 09.09 WIB kita sampai Puncak 2, dan puncak 1 pada jam 9.37 WIB. Yeah namanya juga pecinta alam, jadi pulangnya sambil ngambil sampah-sampah, dan ternyata dapat banyak lho 2 kresekan lebih. Wuihhh...kasian Panderman.

Setelah sejenak berdesakan di bus , jam 12.39 WIB kita sampai terminal Landung sari. Dari sini rombongan terbagi dua sesuai kampus masing-masing. Yeah, terima kasih kawan-kawan, perjalanan ini akan selalu menjadi memori keren di antara lembar sejarah kehidupan kita. Jangan pernah lelah menapak jejak. Oshinabu..!!!










Akhirnya,

Usaha memahami alam bukanlah usaha yang bermakna kecuali jika hal itu membantu kita memahami sang pencipta Maha bijak alam ini dan membantu kita mendekatkan diri pada-Nya....*






..* Dalam catatan Teori medan EM I agus purwanto