24 Des 2009
AKHWAT “HATI-HATI” KALAU JALAN SENDIRIAN
22 Des 2009
12 Jun 2009
Membela Diri Secara Bijak

Seorang Arab Badui bernama Na’amah (artinya burung unta). Dia dicela karena namanya yang buruk. Orang-orang berkata, “Apa nama Na’amah?” Dengan bijak si Badui berkata,
“Nama hanyalah tanda, kalau nama adalah kehormatan niscaya semua orang bernama sama.”
Hal yang mirip terjadi pada suatu suku Arab yang bernama Anfu Naqah (artinya hidung unta betina), orang-orang mencibir, “Apa nama Anfu Naqah?” maka hadirlah al-Huthai’ah Jarwal bin Aus, seorang penyair berlisan pedas, Umar bin Khattab pernah memenjarakannya karena hinaannya yang pedas kepada masyarakat, wafat tahun 30 H, al-Huthai’ah hadir membela, dia berkata,
Suatu kaum, mereka adalah anfu (hidung) sementara selain mereka adalah ekor
Siapa yang berani menyamakan ekor dengan anfu (hidung)naqah?
Lihatlah bagaimana al-Mughirah bin Habna, penyair Islam dari Bani Tamim, yang gugur syahid di Khurasan tetap percaya diri dengan penyakit sopaknya, dia tidak menganggapnya sebagai aib dan dia membuktikan dengan alasan yang riil. Katanya.
Jangan mengira warna putih padaku sebagai kekurangan
Sesungguhnya kuda-kuda pacuan perutnya berwarna putih
Atau ketika seseorang direndahkan karena penampilannya yang ala kadarnya, dengan baju compang-camping, seorang penyair dengan kondisi seperti ini membela diri. Dia berkata,
Kalaupun pakaianku compang-camping karena usang
Maka aku ibarat pedang tajam dalam sarungnya yang terkoyak
Atau ketika seseorang dicela karena ketakutannya terhadap sesuatu dia pun membela diri bahwa ketakutannya beralasan, dia mendukung alasannya dengan sesuatu yang kongrit. Ini Ibnu Rumi, Abul Hasan Ali bin al-Abbas, seorang penyair ulung dari Baghdad wafat tahun 283 H, mengungkapkan alasan ketakutannya naik perahu, dia berkata,
Aku tidak naik perahu, aku takut
Diriku tenggelam karenanya
Aku adalah tanah sedangkan laut adalah air
Dan tanah di dalam air mencair
Seseorang pun bisa membela diri manakala orang-orang bodoh dan rendahan meraih kedudukan yang mungkin lebih tinggi darinya di mata manusia. Ath-Thughrai, misalnya dia adalah Abu Ismail, al-Husain bin Ali, penyair penulis, perdana menteri raja-raja Turki saljuk, terkenal dengan bait-bait syair yang disebut dengan Lamiyah al-Ajam, terbunuh tahun 514 H, ath-Thughrai ini berkata,
Jika orang di bawahku berada di atasku maka tidak heran
Karena teladanku adalah matahari yang lebih rendah daripada bintang
Hal mirip dilakukan sebelumnya oleh Muslim bin al-Walid, salah seorang penyair besar Daulah Abbasiyah, wafat tahun 208 H, dia berkata,
Jika mereka duduk di atasku tanpa keahlian
Ketinggian martabat dan kemuliaan tempat
Maka asap di atas api dan terkadang
Debu beterbangan di atas surban prajurit berkuda
** Sudah seberapa bijak-kah diri kita ????
26 Mei 2009
21 Mei 2009
celoteh disela-sela tugas akhir (tak jelas)
Kapan ya naik gunung lagi????kangen!!!puihhhhh...tugas akhir yang menyita banyak waktu, pikiran, dan tenaga, hehe. Tapi...itulah seni dari sebuah perjuangan ^_^. Yahhh lihat sisi positifnya saja. Perjalananku ke Arjuna-welirang bersama rombongan isna dan kawan2 gapala tak jadi (hmm .....tak akan kuungkapkan disini, kalau ingat ini melankolisModeOn*) banyak hal membuatku tak jadi ikut rombongan, terkait yahhh sebuah pilihan antara ego-ku dan komitmen dalam jama’ah (jama’ah???hehe...) panderman
taman eidelwies welirang lost in wilis
panderman "girlz traveller"
Yeah disela-sela menggarap tugas akhir, berhenti sejenak membuka sejarah perjalanan. Panderman-welirang-wilis-panderman lagi ^_^. Banyak warna “mejikuhibiniu”.
Masih banyak tempat-tempat yang ingin ku kunjungi. Smoga Allah memberi kesempatan itu. amin
3 Mei 2009
Bidadari Di bukit panderman
Saya dan isna mencoba mengajak teman-teman cewek yang semuanya belum pernah daki, sekalian mengobati kerinduan akan alam terbuka .
Perjalanan ini berawal tanggal 8-9 Maret. Beranggotakan 10 bidadari dan 4 penyamun disarang bidadari. Club cewek aq, isna (ni leader qt, saudariku seperjuangan nan smangadh slalu. Tep kompak ya ukhty....:)), linda, Lis , Ulfa, Yani, Titik, Ulif, Icha, dan Ana. Dari klub cowok mirza, mukmin, iqbal, dan ari. Ada 2 kubu yang janjian ketemu di terminal Landungsari. Kubu pertama dari Isna 10 orang (anak2 UB), sedangkan dari UIN ada 4 orang termasuk saya.
Jam 10.05 berangkat dari “Hirzia Apartemen” naik angkot GML, nyampe landungsari jam 10.30. Ternyata kedatangan kita bersamaan dengan teman2 dari Brawijaya. Dari Landungsari ke Seruk kita nyarter angkot. Jam 11.15 nyampe seruk, karena waktunya mepet zuhur waktu yang ada digunakan untuk siap-siap sholat di musholla Sunan Drajat.
Pos pendakian merupakan start kita dalam pendakian yang sebenarnya karena sebelumnya kita nyarter angkot. Perjalanan yang diawali dua orang ikhwan sebagai penunjuk jalan dan dua orang lainnya menjaga shaf belakang (sapa tawu ada yang ilang haha berabe). Menuju puncak satu teman-teman terlihat mulai kelelahan, sampai ada yang terucap kalau itu pendakian pertama dan mungkin terakhir kalinya, yang pasti sudah ada yang tukeran ransel. Padahal pada awalnya saya kaget dengan speed-nya teman2, dengan keriel berisi 2 tenda (dome 2 orang & tenda pramuka isi 6 orang) ditambah matras, sleeping bag, kompor, 2 tabung gas, dll membuat saya harus tertinggal dari rombongan. Namun alhamdulillah ketika sampai puncak satu, teman-teman terlihat segar lagi, sudah bisa tersenyum kebali (senangnya...^_^).
Istirahat sambil menikmati indahnya berada di ketinggian, sungguh menyenangkan, setelah bernarsis ria (layaknya ibu-ibu arisan) kita lanjutkan perjalanan. O ya di puncak satu ini kita bertemu dengan adek remaja pendaki solo, wuih berani banget dia. Nge-camp sendiri dipuncak 1 (saya mah gak mau!).
Perjalanan dilanjutkan, kali ini dengan semangat baru (yeah ternyata berhenti sejenak itu perlu banget untuk me-refresh kembali diri kita, sejenak saja...). Kondisi sudah kembali fit, pendakian semakin seru dengan tanjakan yang semakin menjadi! (smangadhhhh!!!!) sampai akhirnya jam 16.38 WIB kita sampai dipuncak! Sungguh, sebuah kepuasan tersendiri menyaksikan wajah-wajah cerah setelah perjuangan yang melelahkan, menguras energi dan emosi. Subhanallah, segera kucari tempat untuk sejenak merapatkan kepala ini ke tanah-Nya, mensyukuri setiap nikmat yang di berikan-Nya. Rabbi, hamba kembali lagi kesini dengan izin-Mu.
Aktifitas terus berlanjut dengan pemasangan tenda dan masak-masak buat menunaikan hak perut, menu andalan adalah mie instant dan mecoba masak nasi. Kali ini kita perlu berterima kasih dengan teman-teman cowok yang memasakkan buat kita (maklum mbak-mbak sibuk dirikan tenda hehe...), lucu juga ketika kita keluarkan sayur “wah baru kali ini, bisa bikin pangsit dipuncak panderman!!”. Begitulah kalau ibu-ibu yang naek gunung.
Malam tiba, sholat menjadi agenda berharga, sangat berharga. Subhanallah, pernah merasa sholat di alam terbuka? Diketinggian pula, ketika raga ini kembali pada alam menyuarakan keagungan Ilahi, entahlah sesuatu yang tak dapat di ungkapkan kurasa. Allahu Akbar!
Selesai sholat kita coba ramah tamah, cerita-cerita, mengakrabkan diri. Menikmati lampu-lampu kota. Ah indahnya kebersamaan indahnya ukhuwah. Malam semakin larut, raga pun mulai meminta haknya, istirahat sejenak. Dengan pemabagian 3 orang tidur di dome, dan 7 orang tidur di tenda pramuka. Angin sangat kencang malam itu, dinginpun tak segan menyapa. Semua lelap dalam mimpi masing-masing...
************
03.00
Gelap, dalam dekapan dingin.
Seorang hamba mencoba bangun ditengah keterbatasan
Merasakan syahdunya munajat
Begitu dekat
Selaksa damai yang tak mampu terucap
Gemetar, terisak!!!
Ada vibrasi yang tak mampu terbendung
Masa itu,
Simpuh masih satu
Lirih terlantun mesra surat-surat cinta-Nya
Jiwa-pun kembali terisak,
Kita sangat kecil kawan!
Lantas apa yang akan di sombongkan???
Dan semesta-pun terus berdzikir
************
Menjelang subuh,
Menikmati hamparan langit penuh bintang, banyak yang melihat bintang jatuh lho ^_^ (pada keluar tenda ceritanya) saya pun larut dengan keindahan itu, hmm...dingin bangett! Akhirnya saya ama titik merebus air buat minuman hangat, sebagian ada yang bikin pop mie. Asyik banget dah! Eh ternyata kita sayup-sayup dengar adzan lho...kegiatan pun berlanjut dengan sholat subuh berjama’ah, kali ini ulif yang jadi imam.
Selesai sholat masing-masing ambil posisi menanti mentari “sunrise” wuihhhh, subhanallah....!!! mentaripun tersenyum dengan hangatnya. Narsis-pun kembali mencuat kepermukaan ^_^ photo-photo. Mungkin karena keseringan photo, kita sampai capek kehabisan gaya hehe, acara dilanjutkan dengan sarapan seadanya (ada banyak kok).
Senin, 10 Maret
08.10 WIB
Bersiap turun kembali ke peradaban masing-masing, cerah banget hari itu secerah wajah teman-teman. Sambil berdendang kita turun setapak demi setapak, diperjalanan bernostalgia pada tempat pertama ndaki dulu, di tempat itu saya, isna, dan hanim berphoto bertiga menghadap Arjuno-welirang. Istirahat sebentar. Setelah teman-teman kumpul perjalanan pun dilanjutkan. Jam 09.09 WIB kita sampai Puncak 2, dan puncak 1 pada jam 9.37 WIB. Yeah namanya juga pecinta alam, jadi pulangnya sambil ngambil sampah-sampah, dan ternyata dapat banyak lho 2 kresekan lebih. Wuihhh...kasian Panderman.
Setelah sejenak berdesakan di bus , jam 12.39 WIB kita sampai terminal Landung sari. Dari sini rombongan terbagi dua sesuai kampus masing-masing. Yeah, terima kasih kawan-kawan, perjalanan ini akan selalu menjadi memori keren di antara lembar sejarah kehidupan kita. Jangan pernah lelah menapak jejak. Oshinabu..!!!
Akhirnya,
Usaha memahami alam bukanlah usaha yang bermakna kecuali jika hal itu membantu kita memahami sang pencipta Maha bijak alam ini dan membantu kita mendekatkan diri pada-Nya....*
..* Dalam catatan Teori medan EM I agus purwanto
30 Apr 2009
sketsa rasa
Lari,
membawa rasa dalam belaian subuh,
melarikannya kencang bersama sergapan dingin
dan indahnya gelap menjelang datangnya mentari.
Menapak jejak
langkah demi langkah,
lelahkah?
Itu pasti!
Namun yang kutahu adalah bahwa aku harus terus berlari,
dengan segenap kekuatan.
Karena kutahu, inilah kesempatan
Biarkan,
jika raga ini tlah lelah,
biarkan raga merasa
karena kaki ini akan terus berlari.......